Jumat, 04 Juni 2010

[HAIFA, KAU SAJAK PERTAMAKU]

Untuk Haifa Puspita Surya Dewi

Simaklah syair wahai putri
suara kisah tentang diri ini
terasa sudah saat sendiri
di Denanyar penjara suci.

Tak jauh dari Jombang kota,
di embong miring ada cerita
disinari bulan separuh rata
di sanalah pokok legenda.

Seorang gadis ayu permai jelita,
rambut tergerai anggun mahkota
aku berbondong menghampirinya,
sambil membawa setangkai cinta.

Bibirnya mengatup suatu hari
jawaban lembut laksana peri,
bijaksananya serupa Srikandi
ucap terlambat sebelum pergi.

Jiwaku tak bisa berkata-kata
sukmaku diam seribu bahasa
mendengar tutur sang juwita,
aku terimalah kenyataan luka.

Puspita Surya Dewi sebutannya
banyak yang tahu kian ke sana
cantik manis memikat hati
mata menawan tiap lelaki.

Ini sajak pertamaku padamu
sedurung tinggalkan kotamu,
bacalah kidungan permai ini
untuk kenal bayang sendiri.

Diriku ke Jogja perdalam seni
menggurit waktu kian misteri,
menambah tebal asalnya rindu
yang berlalu biarlah bayu setuju.

Menterjemah-jamah ruh tubuh
melampiaskan takdir kaweruh
lantaran tetap tidak berjodoh
berpisah sudahlah sayangku.

Tinggal kenang di ujung ingatan
aku menjelma diri petanda jaman
dan kau menjadi ibunda kegaiban,
segalanya mengalirkan denyutan.

Kasih sayang bersayaplah pantai
laut berbilang kepak gelombang,
aku mewujud rindu gentayangan
antara mereka pendam cemburu.

Simaklah ini kembali Dewiku
aku tambahkan berpantulan,
agar tak habis ditelan malam
tak busuk dimakan kesiangan.

Harus aku jujur kepadamu
kalbuku berkembang lara,
sebab waktu mencabik usia
meradang samping wanita.

Tuhan perbuat segalanya
aku tertunduk takdir-Nya,
berlari-lari menjemput kau
sampai keringat habis cerai.

Kalau kau sesiulan bayu
hisaplah kelembutanku,
itu milikmu jua. Melumati dunia
dengan kenyataan pahit sejarah.

Jikalau kau air telaga desamu
biarkan aku gelembung udara
pun tiada pelangi di sana
penyair memperolehnya.

Denanyar 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.