Senin, 02 Maret 2015

(XI)

Nurel Javissyarqi

Jalanmenuju telaga kembar di desa Pungkur, bunga-bunga putat merah menjalarmerangkai angan, peputiknya berbulu idep mata, pemandangan terpampangmelingkari telaga. Yang dingin tenang ketika siang, pemancing menaburkanharapan. Pohon-pohon tinggi tegar, akar-akarnya menjalar ke tepian, sebagiandigunakan ondak-ondakan mengambil air. Daerah penuh kekicauan burung menyabetikan, seakan tak menjamah permukaan air mempercantik kehidupan.

Cahayasurya menerobos jemari bambu lentik menari-nari, menggerai batangnya seayunantubuh menunaikan angin kembara, musim-musim dilewati menanamkan generasi disamping kiri serta kanan. Sebagian ditebang demi anyaman, daun-daunnya keringberbau khas serupa pepadian gemeretak bebijiannya menua waktu.
Didesa pungkur, para perempuan menganyam dari pohonan bambu yang diserpihkan,dijadikan bakul, kukusan, ilir juga caping. Sedang para lelaki membelah bambudengan ketebalan diatur dijadikan dindin rumah. Sebuah pengisian waktu bermanfaatatas ketrampilan. Dalam pembuatan kerajinan, sesekali diselingi canda ceritamenjadikan pengetahuan tanpa meminta imbalan, pada lingkup kelestarian.
Khusyuknyamalam purnama, anak-anak berkumpul di pelataran cahaya, bermain jaratan, petakumput dan lainnya. Permainan tak habis-habisnya dibaca merasai nikmat dunia.Ketika pagi menerpa, bocah-bocah bermain pendekar-pendekaran, raja-rajaan. Wilayahyang seharusnya butuh pemikiran, dikala belia kesenangan tertera.
Hari-haritanpa pedulikan putaran, semua berjalan teratur seakan hidup abadi dalamkelestarian. Daerah yang melaksanakan perintah hati menjalani kehidupan, tatakrama dijunjung tinggi saling hargai. Penilaian tulus, senyum simpul menciptarahasia pecinta, dan lirikan mata menawan gadis-gadis ketika malam tiba.Dataran tak terekam sejarah, ruang kosong dilihat dari luarnya.
NyaiNdok menyusuri anak-anak bermain jaranan, menyapa orang-orang ditemui di tengahjalan maupun di depan rumah. Nyai Ndok dimasa remajanya gadis kembang desa,tapi sebuah takdir belum terjamah keseluruhan awam. Banyak pemuda persuntingdirinya, ketika hajad hendak dilangsungkan, para lelaki calon suaminyameninggal sebelum menikahi. Keganjilan menyedot perhitungan, sampai penduduksekampung membencinya, karena peristiwa naas terpampang di depan mata, namunNdok tabah menjalani takdirnya.
Sebuahpenyeimbang desas-desus ialah pengendapan, kesabaran mulia. Cemooh itu bungamerekah sebelum waktunya, bertumpuk peristiwa kegagalan menarik diri, suatusaat menjelma kumuda. Waktu bersahaja, sebijak Ndok melangsungkan ritual ibadahpada Sang Yang Wenang. Lama-kelamaan, segala gunjingan berangsung hilangsendiri menempati ruang masing-masing, itulah kabar burung pasti terbang tanpabayangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.