Senin, 02 Maret 2015

(VII)

Nurel Javissyarqi

Sementaradi desa Lebak dan Pungkur, para penduduknya setiap pagi menuju pasar. Ada berdagangsayur-mayur, umbi-umbian, kacang-kacangan, serta segala macam kebutuhan.

Adapula membawa kambing, ayam, burung, hewan-gemewan unggas lain untuk ditukardengan pepadian, jagung, palawija. Bencah tanah subur sebagai tanda rasa syukurbumi bagi kehidupan, cindra mata anak-anak manusia menghayati karunia.
Lainnyapagi-pagi ke ladang, bercangkul, menanam, memetik buah-buahan. Rutinitas yangtak perlu dihindari itu kebutuhan sebagai hiburan. Dan insan sahaja membekalidirinya berbuat sederhana.
Parapenduduk bahu-membahu, tiada ketergantungan memberatkan sebelah. Seiringkesadaran ruh pertiwi, yang menciptakan lingkungan resik ketentraman.
Soredinanti-nanti berkumpulnya anggota keluarga, bersegala tabur senyum manis gulajawa. Rumah-rumah terhiasi bunga prabusetmata, angrek, melati, mawar, juga bunga-bungabelum tersebut namanya.
Ketikakeindahan bicara, nama seakan tak bermakna. Para gadis telah mengerti, keluguanpuncak keagungan. Yang tidak tersadar lugunya adalah kejujuran tanpa pamrih.Keselarasan pandang pemahaman, mengaturnya damai penuh kesejahteraan.
Malam-malamdisempurnakan purnama, menjadikan daerah terpencil bernafas lega. Antara bukit-lembah,lampu-lampu jauh jaraknya, kunang-kunang berkelipan, terlihat dari atas bukitPungkur. Bukit dihiasi tanaman palawija, rumput anggun pepadian sahaja, di ataskesepakan dewi Sri merestui berkah.
Tiadakesakitan bathin teramat, kecuali berdekatan pemerintah. Sudah lumrah, saatkekuasaan menunjukkan bajunya, keris dalam warangka bisa keluar kapan saja. Initakkan terjadi, kalau pembawa kekuasaan mencintai kedamaian samadi.
Malammematangkan usia anak-anak, pagi datang membawa harapan kemarin, untuk dibopongke pelaminan matahari. Hari berganti seperti keindahan tiada berkurang, rupanikmatnya pemuda atas pernikahan.
Tawakanak-kanak hiburan jiwa manis pedesaan. Wanita memainkan perananya denganluwes, para lelaki membawakan naskah-naskahnya sebagai penanggung jawabkeluarga.
Duludi desa Lebak sering terjadi pencurian, perampokan, penculikan. Tapi begituroda pedati berputar, masanya para pecundang menerima akhir buruknya, balasanSang Pemegang Jagad. Kesadaran berangkat dari ringan, ketika menemui kemajuan,beban pun terasa gampang.
Parapenduduk Lebak mengerti kejadian yang terpampang di matanya. Keburukanberangkat dari keserakahan, bermalas-malasan. Kala tertimpa sengsara, sadarmerangkak ke tepian menyeselamatkan jiwa.
Pelajaranberharga ketika menyaksikan langsung akibat bencana. Sedang perasaan takut,memainkan peranan mencengkeram hati keraguan, pun keyakinan yang salah.
Tidakkaharah dapat dipindah kalau bukan hanya satu jalan, melingkar pun jadi, saat sangburung berhadapan angin kencang. Dan pelajaran bernilai itu menimbang kekuatandengan keadaan yang diterimanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.