Tampilkan postingan dengan label Nurel Javissyarqi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nurel Javissyarqi. Tampilkan semua postingan
Minggu, 30 Mei 2021
Senin, 24 Mei 2021
Selasa, 01 Januari 2019
Senin, 18 Juni 2018
Jumat, 20 April 2018
Acara Bedah Buku “Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia” di FIB Universitas Indonesia
Selasa, 10 April 2018
Komunitas Deo Gratias di PDS HB Jassin bedah buku Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Minggu, 01 April 2018
Selasa, 13 Februari 2018
Rabu, 20 Desember 2017
Minggu, 17 Desember 2017
Bagian 25: Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
(kupasan ke empat dari paragraf
lima dan enam, lewat esainya Dr. Ignas Kleden)
I
Taufiq Ismail: “Enak jadi
penyair daripada yang lain.”
A Mustofa Bisri: “Enaknya
gimana?”
Taufiq Ismail: “Kalau
orang baca syair sampean keliru,
misalnya. Yang disalahkan ndak sampean,
yang disalahkan dirinya sendiri.”
A Mustofa Bisri: “Wah saya
ndak paham ini, terlalu tinggi.”
(Ceramah Gus Mus pada
acara Haflah Seni dan Budaya dalam Peringatan Tahun Baru Islam 1428 H di
Pekalongan).
***
Sabtu, 28 Oktober 2017
Bagian 24 (VII): Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Nurel Javissyarqi
VII
Bung Karno sendiri menganggap Sumpah Pemuda 1928
bermakna revolusioner: satu negara kesatuan dari Sabang sampai Merauke,
masyarakat adil dan makmur, dan persahabatan antar bangsa yang abadi. “Jangan
mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekadar
mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah
satu bahasa, bangsa, dan tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,” kata Soekarno
dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-35 di Istana Olahraga Senayan, Jakarta
28 Oktober 1963. (Rudi Hartono, “Sejarah
Kongres Pemuda dan Sumpah Pemuda,” berdikarionline.com 20 Mei 2011).
***
Senin, 02 Maret 2015
(XI)
Nurel Javissyarqi
Jalanmenuju telaga kembar di desa Pungkur, bunga-bunga putat merah menjalarmerangkai angan, peputiknya berbulu idep mata, pemandangan terpampangmelingkari telaga. Yang dingin tenang ketika siang, pemancing menaburkanharapan. Pohon-pohon tinggi tegar, akar-akarnya menjalar ke tepian, sebagiandigunakan ondak-ondakan mengambil air. Daerah penuh kekicauan burung menyabetikan, seakan tak menjamah permukaan air mempercantik kehidupan.
Jalanmenuju telaga kembar di desa Pungkur, bunga-bunga putat merah menjalarmerangkai angan, peputiknya berbulu idep mata, pemandangan terpampangmelingkari telaga. Yang dingin tenang ketika siang, pemancing menaburkanharapan. Pohon-pohon tinggi tegar, akar-akarnya menjalar ke tepian, sebagiandigunakan ondak-ondakan mengambil air. Daerah penuh kekicauan burung menyabetikan, seakan tak menjamah permukaan air mempercantik kehidupan.
(X)
Nurel Javissyarqi
Dalamhening dia memohon:
"YaSang Percipta Jagad
gerakkanlahtubuh ini atas kemauan-Mu
agarsanggup menunaikan perintah-Mu
Dalamhening dia memohon:
"YaSang Percipta Jagad
gerakkanlahtubuh ini atas kemauan-Mu
agarsanggup menunaikan perintah-Mu
(IX)
Nurel Javissyarqi
SebelumTapa Wangkeng berdiam dalam samadi, dirinya diberi kemampuan lebih. Sanggupberbicara dengan dedaunan, burung-burung menyapa di perjalanan. Ialah kodrat,suatu waktu menjadi petapa kata-kata alam semesta raya, dalam gua keheninganhayati.
SebelumTapa Wangkeng berdiam dalam samadi, dirinya diberi kemampuan lebih. Sanggupberbicara dengan dedaunan, burung-burung menyapa di perjalanan. Ialah kodrat,suatu waktu menjadi petapa kata-kata alam semesta raya, dalam gua keheninganhayati.
(VIII)
Nurel Javissyarqi
TapaWangkeng seorang biasa awalnya, mungkin kecewa wewarna yang disuguhkan dunia, mulaimencari kesejatian, memasuki wilayah tanpa tlatah, tidak terbatasiruang-waktunya. Sebagian pendapat berkata, dia minder setelah berhadapankeganasan manusia. Namun dalam kehidupan berupa sanggahan, tidaklah mutlakkebenarannya.
TapaWangkeng seorang biasa awalnya, mungkin kecewa wewarna yang disuguhkan dunia, mulaimencari kesejatian, memasuki wilayah tanpa tlatah, tidak terbatasiruang-waktunya. Sebagian pendapat berkata, dia minder setelah berhadapankeganasan manusia. Namun dalam kehidupan berupa sanggahan, tidaklah mutlakkebenarannya.
(VII)
Nurel Javissyarqi
Sementaradi desa Lebak dan Pungkur, para penduduknya setiap pagi menuju pasar. Ada berdagangsayur-mayur, umbi-umbian, kacang-kacangan, serta segala macam kebutuhan.
Sementaradi desa Lebak dan Pungkur, para penduduknya setiap pagi menuju pasar. Ada berdagangsayur-mayur, umbi-umbian, kacang-kacangan, serta segala macam kebutuhan.
(VI)
Nurel Javissyarqi
Takjauh dari letak pertapaan Mpu, terdapat aliran sungai gemerincing, gemerecakbagai canda para gadis dengan batu-batu terjal nan ayu. Selekuk tubuh meruncingmenuju barat bersedekap erat pekabutan pagi, memancarkan sinar badannya ketikasiang menerawang. Kala senja alirannya khusuk memasuki malam kedamaian. Sebabtidak berjauhan, malam-malam Ki Mpu selalu diiringi suara ricikan deras, melodinyamendekat, dikesempatan lain nadanya hilang ditelan samadi.
Takjauh dari letak pertapaan Mpu, terdapat aliran sungai gemerincing, gemerecakbagai canda para gadis dengan batu-batu terjal nan ayu. Selekuk tubuh meruncingmenuju barat bersedekap erat pekabutan pagi, memancarkan sinar badannya ketikasiang menerawang. Kala senja alirannya khusuk memasuki malam kedamaian. Sebabtidak berjauhan, malam-malam Ki Mpu selalu diiringi suara ricikan deras, melodinyamendekat, dikesempatan lain nadanya hilang ditelan samadi.
(V)
Nurel Javissyarqi
Masaitu bencah Dwipa, pohon-pohon tertancap hijau perawan, rimbun daun-daunnyaberwarna purba. Jika musim kemarau melanda, serupa gadis cantik lanjut usiabelum menikah.
Masaitu bencah Dwipa, pohon-pohon tertancap hijau perawan, rimbun daun-daunnyaberwarna purba. Jika musim kemarau melanda, serupa gadis cantik lanjut usiabelum menikah.
Langganan:
Postingan (Atom)
A Mustofa Bisri
Abdul Hadi W.M.
Afrizal Malna
Andong Buku #3
Antologi Sarang Ruh
Arie Yani
Arti Bumi Intaran
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Utama
Brunel University
Brunel University London
Catatan
Chairil Anwar
Cover Buku Kritik Sastra
Dami N. Toda
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Esai
Filsafat
G.W.F. Hegel
Hamzah Fansuri
Hari Puisi Indonesia
Ibnu Khaldun
Ibnu Wahyudi
Ignas Kleden
Imam Al-Ghazali
Iskandar Noe
Kasparov
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Kritik Sastra
Kumpulan Esai Kritik Sastra
Lord Byron
M. Yoesoef
Maman S Mahayana
Maman S. Mahayana
Marhalim Zaini
Mark R. Woodward
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Mohammad Yamin
Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak
Murnierida Pram
Nietzsche
Nigel Short
novel sejarah
Nurel Javissyarqi
Obrolan
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
P.J. Zoetmulder
PDS. H.B. Jassin
Peribahasa
Puisi
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito
Sanggar Teater Jerit
Sapardi Djoko Damono
Sekolah Literasi Gratis STKIP PGRI Ponorogo
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sumpah Pemuda
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Taufiq Ismail
Umar Junus
Universitas Indonesia
Veronika Ninik
Video
William Shakespeare
Wislawa Dewi
Y.B Mangunwijaya
YouTube
Isi Kandungan Buku Kritik Sastra
- ** Mulanya #
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- # Akhirnya *